Minggu, 30 Desember 2012

tugas wawancara Landasan Teoritis Wawancara


T11/Wawancara/2012
Nur Sholihah
210110110037
Jurnal A

Landasan Teoritis Wawancara

       I.            Teori-teori Komunikasi
Sumber : Teori Komunikasi, karya Morissan dan Andy Corry Wardhani, Hal.9-14
1.1  Teori Struktural dan Fungsional
·         Menurut (Littlejohn, 1999), teori struktural-fungsional lebih menekankan pada akibat dari tindakan yang tidak disengaja (unintended concequences)dari pada hasil atau akibat yang disengaja. Mereka yang berada dalam kelompok teori struktural-fungsional percaya pada kenyataan yang independen. Menurut mereka, pengetahuan yang ditemukan melalui pengamatan yang hati-hati.
·         Menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini lebih menekankan pada kategori umum dan hubungan di antara berbagai variabel pada sistem apa pun. Namun, teori ini memiliki kelemahan dalam mengungkapkan peristiwa yang terjadi pada diri individu, sehingga bila kita membuat suatu informasi atau tulisan dari hasil yang kita dapatkan dari narasumber tidak akan sebebas yang kita inginkan, walaupun hasil yang kita dapat dari narasumber sangatlah banyak, namun tidak semua informasi yang diberikan oleh narasumber dapat kita informasikan atau kita tuliskan, walaupun informasi yang kita dapatkan dari narsumber bersifat umum.
1.2  Teori Kognitif dan Tingkah Laku
·         Teori ini cenderung untuk memusatkan perhatiaannya pada individu dan karenanya, ilmu psikologi menjadi sumber pertama teori ini. Teori kognitif mengakui hubungan yang kuat antara stimuli dan respon namun teori ini lebih menekankan pada terjadinya proses penyampaian informasi diantara keduannya.
·         Menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi menjelaskna bahwa teori kognitif memberikan penjelasan mengenai aspek-aspek umum bagaimana orang berpikir.Menurut Soewardi Idris dalam buku Jurnalistik televisi Petunjuk Dasar PemberitaanTelevisi sebelum meakukan wawancara hars diketahui terlebih dahulu apa pokok pembicaraan dan siapa yang akan diwawancarai. sehingga orang yang akan melakukan wawancara pasti terlebih dahulu akan meriset apa yang harus ia ketahui, baik topik maupun profil si narasumber, sehingga membuat si pewawancara tidak kebingunan atau terlihat tidak tahu tentang apa  yang akan ia bicarakan dengan narasumber, untuk itu, riset sangatlah penting untuk si pewawancara.  Menurut Nancy Reardon dan Tom Flynn dalam buku On Camera Menjadi Jrnalis TV Andal dan Profesional dengan menyimak informasi yang ada di internet, majalah ataupun buku, Anda akan menemukan ide-ide yang berbeda, kontak baru, serta informasi dan cerita yang berbeda.
1.3  Teori interaksi
·         Teori ini memandang struktur sosial sebagai produk, bukan penentu dalam interaksi. Fokus perhatian teori ini adalah bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk struktur sosial dan bagaimana bahasa dan sistem simbol yang lainnya diproduksi, dipelihara dan diubah selama penggunaannya.
·         Menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini dirancang untuk menjelaskan proses sosial dan menunjukan bagaimana tingkah laku orang dipengaruhi oleh aturan atau norma-norma kelompok. Teori ini juga menunjukan bagaimana komunikasi dapat mengubah aturan atau ketentuan yang berlaku pada masyarakat. Jika teori ini dikaitkan dengan wawancara mengenai kehidupan sosial di masyarakat dan kelompok yang memiliki norma-norma atau aturan yang berlaku maka proses wawancara sangatlah mudah jika kita mengikuti atau mengetahui aturan-aturan tersebut. Walaupun kita harus tetap berpegang pada etika yang ada dalam dunia jurnalisme, sehingga jika proses ini kita gunakan dengan baik ketika kita mewawancarai narasumber tentang masalah yang ada di tengah-tengah lingkungannya khususnya dalam suatu kelompok yang memiliki aturan atau norma-norma, maka narsumber dengan senang hati memberikan informasi tentang apa yang terjadi di dalam masyarakat atau kelompok tersebut.



1.4  Teori Interprstasi
·         Teori yang menjelsakan proses di mana pemahaman
(understanding)terjadi. Teori ini membuat perbedaan yang tajam antara pemahaman dan penjelasan ilmiah. Teori ini cenderung menghindari penilian  yang bersifat  menentukan terhadap gejala yang diamati.
·         Menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini memiliki keunggulan dalam menjelaskan makna sesuatu atau peristiwa berdasarkan pengalaman individu, termasuk juga dalam hal ini makna tulisan dan makna dari struktur sosial tertentu. Ketika teori ini dipadukan dengan konteks wawancara maka hasilnya akan lebih baik, karena dari hasil informasi yang didapat dalam wawancara dengan narasumber, sangatlah baik (mendapat banyak informasi) karena, dari awal berwawancara menggunakan teori ini. Narasumber juga banyak bercerita tentang pengalamannya, sehingga informasi yang kita adpatkan sanagtlah banyak.
1.5  Teori Kritis
·         Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh Habermas.merupakan sekumpulan gagasan yang disatukan oleh kepentingan bersama untuk memajukan atau meningkatkan kualitas komunikasi dan kehidupan manusia. Teori memfokuskan pada isu-isu seputar ketidak adilan dan penindasan yang terjadi di masyarakat.
·         Menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi, teori ini memberikan penekan pada nilai atau kepentingan yang  menjadi dasar untuk menilai suatu peristiwa, situasi dan institusi. Dalam wawancara teori sangatlah tidak mendukung karena adanya penekanan yang dilakukan oleh teori ini, jika teori ini dipakai dalam proses wawancara maka informasi yang kita dapatkan sangat sedikit, sekalipun banyak namun, hasil tulisan yang kita tulis tidak akan seluas dan sebebas yang kita inginkan (masih ada batasannya).



    II.            Teori-teori Komunikasi Massa
Sumber : Komunikasi Massa karya Drs. Elvinari Ardianto, M.Si, Dra. Lukiati Komala, M.Si, Dra. Siti Karlinah, M.Si, Hal. 63
2.1  Teori Peluru atau Jarum Hipodermik
·         Teori  peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory (teori jarum hipodermik). Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa.
·         Menurut saya jika teori diaplikasikan dalam wawancara, maka hasil dari wawancara akan sangat berkembang, karena adanya media yang melatar belakangi kegiatan yang akan kirta lakukan, dan jika hasil dari wawancara kita sangat baik, maka ada baiknya kita mempublikasikannya lewat media, karena media sangat berperan penting dalam proses penyampaian informasi, dan juga dari komunikan yang belum tahu tentang informasi yang kita dapatkan, membuat media sangat berpengaruh.
2.2  Teori Komunikasi Banyak Tahap
·         Teori efek media lainnya adalah the multi step flow (banyak tahap). survei dalam teori ini dilakukan tahun 1940-an berkenaan dengan proses pengaruh sosial, yang menunjukan model yang sangat berbeda dari model jarum hipodermik.Teori ini dinyatakan hasil komunikasi antarpersona lebih menonjol dibandingkan dengan terpaan media massa.
·         Dalam teori ini menunjukan bahwa pengaruh sosial sangat berpengaruh terhadap apa yang akan kita lakukan, apabila teori ini diterapkan dalam wawancara maka harus melihat disekelilingnya, mengingat teori ini mempunyai pengaruh yang besar sehingga menepatkan waktu dan tempat juga harus selalu diperhatikan. Menurut Atmakusumah dalam buku Sepuluh Pelajaran untuk Wartawan ada beberapa tempat yang baik sebagai lokasi wawancara, yaitu, wilayah Anda, wilayah mereka, dan wilayah netral, dengan adanya hal ini maka kita tidak akan lagi merasa bingung dengan lokasi yang akan kita gunakan sebagai tempat wawancara.


2.3  Teori Proses Selektif
·         Teori proses selektif (selective processes theory) ini merupakan hasil penelitian lanjutan tentang efek media massa pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa penerimaan selektif media massa mengurangi sejumlah dampak media. Teori ini menilai orang-orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka.
·         Teori ini termasuk kedalam wilayah mereka karena, dilihat dari penjelasan dari teori ini yang menyatakan bahwa mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka, sehingga jika kita mewawancarai yang termasuk kedalam penganut teori ini maka ada baiknya kita harus mempeerhatikan pertanyaan dan ucapan karena jika kita tidak sependapat dengan mereka maka mereka akan menolak dan proses wawancara akan terhenti karena perebedaan pendapat. Dalam menyiapkan pertanyaan susah-susah gampang, menurut Atmakusumah dalam buku Sepuluh Pelajaran untuk Wartawan bahwa meyiapkan suatu pertanyaan susah-susah gampang, cukup banyak wartawan yang kebingungan saat menyiapkan pertanyaan apalagi dengan adanya latar belakang yang menyebutkan bahwa mereka (narasumber) menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka, sehingga kita selaku pewawancara harus memperhatikan hal ini. Dalam hal ini kita juga tidak boleh panik, seorang wartawan kawakan Lynn Barker, yang bekerja untuk Sunday Times di London dan pernah bekerja untuk Independent on Sunday mengatakan: “Saya sudah mencoba berbagai cara melembagakan sistem wawancara. Namun, pada akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa dalam jurnalisme, kepanikan adalah bagian dari sistem.”  
2.4  Teori Pembelajaran Sosial
·         Teori ini ditemukan oleh Klapper Teori ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi massa yang bertujuan untuk memahami efek terpaan media massa. Berdasarkan hasil penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational lerning (pembelajaran hasil pengamatan).
·         Teori ini memiliki peranan penting untuk pewawancara, karena jika wawancara dilakukan secara live di media massa (televisi) maka apa pun yang dilakkukan baik oleh pewawancara maupun oleh narasumber secara tidak langsung akan mempengaruhi penonton, karena yang mereka lakukan dilihat oleh penonton, sehingga wajar jika penonton meniru apa yang dilakukan oleh keduanya (pewawancara dan narasumber).
2.5  Teori Difusi Inovasi
·         Teori ini ditemukan oleh Everret M. Rogers model teori difusi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia atau dunia ketiga. Tokohnya Everret M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial.
·         Teori difusi inovasi adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori berjakauan menengah. Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris. Rogers menelaah ribuan studi. Teori difusi inovasi ini memandu penelitian dan memfasilitasi penafsirannya. Jika teori ini kita gabungkan dengan proses wawancara maka teori ini sangat berpengaruh karena, teori ini memandu inovasi dan memfasilitasi penafsiran, sehingga hasil dari wawancara yang sudah kita lakukan dengan narasumber akan menjadi lebih baik, apalagi jika hasil yang kita dapat ada yang kita tidak menegerti, seperti istilah, atau membutuhkan penafsiran, maka teori inilah yang baik, untuk kita terapkan.
2.6  Teori Kultivasi
·         Menurut teori kultivasi, media, khususnya televisi, merupakan sarana utama kita untuk belajar tentang masyarakat dan kultur kita.Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berattelevisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan
·         Ketika kita melakukan wawancara dengan narsumber dan wawancara yang kita lakukan dipubliksikan melalui media massa (televisi) maka sebisa mungkin kita harus melakukan yang terbaik karena, wawancara yang kita lakukan dilihat oleh penonton. Untuk seseorang yang pecandu terhadap media massa (televisi) maka seseorang itu akan mengetahui mana yang layak untuk dijadikan tontonannya, karena mengingat jam tonton mereka melebihi batas, untuk itu, jika kita ingin terlihat baik dihadapan penonton terutama dihadapan pecandu televisi, kita harus selalu berhati-hati dalam melakukan kegiatan.
 III.            Teori-teori Jurnalisme
Sumber : Pemahaman Teori dan Praktik jurnalistik, karya Mondry, M.Sos, hal.59-78
Ø  Teori Pers
3.1  Teori Pers Otoritarian
·         Teori ini menjelaskan bahwa teori ini adalah teori pers yang dianggap paling tua dan secara geografis juga dipakai hampir semua Negara dimasanya, ketika masyarakat dan teknologi sudah menghasilkan sarana komunikasi yang disebut “media massa.”
·         Menurut Mondry dalam buku Pemahaman Teori dan Praktik jurnalistik, menjelaskan bahwa teori ini berasal dari filsafat kekuasaan monarkhiabsolut, kekuasaan pemerintah absolut atau keduanya yang dianut Negara (kerajaan) masa lalu. Tujuan utama teori ini mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi kebada Negara yang merupakan ekspresif tertinggi dari organisasi kelompok  manusia, mengungguli orang per orang dalam skala nilai, sehingga jika seorang peawawncara memakai teori ini maka ia akan berpikir tentang pengabdiannya kepada Negara, sehingga topik atau permasalahan tidak akan jauh dari permasalahan kepemerintahan, karena si pewawancara sangat menjungjung tinggi terhadap kepeduliannya kepada Negara yang ia tempati.
3.2  Teori Pers Libertarian
·         Menurut Siebert, Peterson, dan Scrhamm, 1986, selaku penemu teori ini, mereka menjelaskan bahwa teori ini memutar balikan posisi manusia dan Negara seperti yang dipandang teori otoritarian.
·         Sehingga jika teori ini diaplikasikan dalam wawancara maka proses wawancara akan menjadi lebih baik mengingat manusia mempunyai akal yang mampu membedakan benar dan salah, bisa memilih alternatif baik dan buruk, jika hasil wawancara kita muncul dimedia massa maka informasi kita akan diketahui oleh semua orang, mengingat dengan adanya teori ini yang menjelaskan bahwa semua orang berhak memiliki media, asalkan memiliki kemampuan.
3.3  Teori Pers Tanggung Jawab Sosial
·         Teori ini memiliki asumsi utama, dalam kebebasan pers terkadang tanggung jawab yang seimbang ehingga pers yang liberal seharusnya juga bertanggung jawab terhadap masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang dimiliki. Teori ini juga menerima peran pers dan melayani sistem ekonomi, tetapi tidak ingin peran ini diprioritaskan melebihi peran mendukung proses demokrasi atau memberikan penerangan kepada masyarakat.
·         Dalam teori ini menyetujui keharusan pers sebagai lembaga yang bebas secara finansial, tetapi bila perlu, teori ini akan melarang beberapa media tertentu memasuki pasaran dan jika kita aplikasikan dalam wawancara maka hasil dari wawancara yang kita dapat (informasi) akan aman, karena peranan dari teori ini yang tidak memihak kepada siapapun, sehingga informasi yang kita publikasikan dari hasil wawancara akan menjadi lebih berguna untuk masyarakat mengingat teori ini juga mempunyai tanggung jawab sosial, menurut Mondry dalam buku Pemahaman teori dan Praktek Jurnalistik dengan teori ini orang ingin mengatakan sesuatu dapat saja menggunakan media massa, tidak harus mereka yang memiliki izin seperti teori otoritarian. Jadi orang yang ingin mengemukakan pendapatnya tidak terbatas lagi (bisa menggunakan media massa).
3.4  Teori Pers Soviet Komunis
·         Teori yang menyatakan bahwa media Soviet telah tumbuh untuk mencermikan ideology resmi Soviet, Negara Soviet dan “kepribadian ideal” Soviet. Isi surat kabar Soviet juga berbeda dengan negara lain, tidak ada iklannya.
·         Teori ini menegaskan, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan masyarakat, jika kita gabungkan dengan wawancara menurut saya akan lebih baik, tetapi jika wawancara yang bersifat sosial, karena dijelaskan dalam teori ini tidak memiliki iklan, sehingga teori ini tidak akan memihak kepada siapa pun, apalagi memihak kepada iklan, dalam proses wawancaranya, maka akan sangat mudah, karena keterbukaan dari narasumber yang tidak khawatir dalam mengungkapkan pendapatnya, karena narasumber tahu kalau media itu bersifat netral, namun, untuk pihak media sendiri sebelum wawancara harus ada keterbukaan, bahwa media ini bersifat netral (tidak memihak siapa pun)
3.5  Teori Media Demokratik-Partisipan
·         Teori ini merupakan reaksi dan hendak menutupikelemahan berbagai teori yang muncl sebelumnya dan dipraktekkan di masyarakat. Teori ini hendak menjawab dampak negatif komersialisasi dan pemonopolian pers serta sentralisasi dan birokrasi lembaga siaran publik dengan mengacu pada prinsip dan norma ‘tanggung jawab sosial’.
·         Teori ini tidak begitu baik diterima karena adanya kecenderungan organisasi pers yang bersifat paternalistik, elitis, monolitik, terlalu diprofesionalkan dan kemampuan kelas sosial tertentu, sehingga jika kita gabungkan denga proses wawancara maka wawancara yang dihasilkan tidak akan baik,  karena jika kita terpacu dengan teori ini, maka kirta akan merasa selalu professional, mengingat pengalaman dan pengetahuan kita yang sangat minim, membuat proses wawancara ini kurang baik, untuk itu ada baiknya kita tidak menggunakan teori ini ketika kita melakukan wawancara dengan narasumber.
 IV.            Simpulan
·         Dengan memperhatikan teori-teori maka proses wawancara akan lebih terarah
·         Wawancara tidak selalu harus terpaku dengan keadaan yang ada
·         Teori ini memang penting dalam wawancara
·         Fakta dalam wawancara memang harus selalu ada
·         Landasan untuk wawancara harus ada, misalnya dengan teori


Tidak ada komentar:

Posting Komentar