T11/Wawancara/2012
Nur Sholihah
210110110037
Jurnal A
Landasan Teoritis Wawancara
I.
Teori-teori Komunikasi
Sumber
: Teori Komunikasi, karya Morissan dan Andy Corry Wardhani, Hal.9-14
1.1 Teori Struktural dan Fungsional
·
Menurut (Littlejohn, 1999), teori struktural-fungsional lebih menekankan pada
akibat dari tindakan yang tidak disengaja (unintended concequences)dari
pada hasil atau akibat yang disengaja. Mereka yang berada dalam kelompok teori
struktural-fungsional percaya pada kenyataan yang independen. Menurut mereka,
pengetahuan yang ditemukan melalui pengamatan yang hati-hati.
·
Menurut Morissan
dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini lebih menekankan
pada kategori umum dan hubungan di antara berbagai variabel pada sistem apa
pun. Namun, teori ini memiliki kelemahan dalam mengungkapkan peristiwa yang
terjadi pada diri individu, sehingga bila kita membuat suatu informasi atau
tulisan dari hasil yang kita dapatkan dari narasumber tidak akan sebebas yang
kita inginkan, walaupun hasil yang kita dapat dari narasumber sangatlah banyak,
namun tidak semua informasi yang diberikan oleh narasumber dapat kita
informasikan atau kita tuliskan, walaupun informasi yang kita dapatkan dari
narsumber bersifat umum.
1.2 Teori Kognitif dan Tingkah Laku
·
Teori ini
cenderung untuk memusatkan perhatiaannya pada individu dan karenanya, ilmu
psikologi menjadi sumber pertama teori ini. Teori kognitif mengakui hubungan
yang kuat antara stimuli dan respon namun teori ini lebih menekankan pada
terjadinya proses penyampaian informasi diantara keduannya.
·
Menurut Morissan
dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi menjelaskna bahwa teori
kognitif memberikan penjelasan mengenai aspek-aspek umum bagaimana orang
berpikir.Menurut Soewardi Idris dalam buku Jurnalistik televisi Petunjuk Dasar
PemberitaanTelevisi sebelum meakukan wawancara hars diketahui terlebih dahulu
apa pokok pembicaraan dan siapa yang akan diwawancarai. sehingga orang yang
akan melakukan wawancara pasti terlebih dahulu akan meriset apa yang harus ia
ketahui, baik topik maupun profil si narasumber, sehingga membuat si
pewawancara tidak kebingunan atau terlihat tidak tahu tentang apa yang akan ia bicarakan dengan narasumber,
untuk itu, riset sangatlah penting untuk si pewawancara. Menurut Nancy Reardon dan Tom Flynn dalam
buku On Camera Menjadi Jrnalis TV Andal dan Profesional dengan menyimak
informasi yang ada di internet, majalah ataupun buku, Anda akan menemukan ide-ide
yang berbeda, kontak baru, serta informasi dan cerita yang berbeda.
1.3 Teori interaksi
·
Teori ini
memandang struktur sosial sebagai produk, bukan penentu dalam interaksi. Fokus
perhatian teori ini adalah bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk struktur
sosial dan bagaimana bahasa dan sistem simbol yang lainnya diproduksi, dipelihara
dan diubah selama penggunaannya.
·
Menurut Morissan
dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini dirancang untuk
menjelaskan proses sosial dan menunjukan bagaimana tingkah laku orang
dipengaruhi oleh aturan atau norma-norma kelompok. Teori ini juga menunjukan
bagaimana komunikasi dapat mengubah aturan atau ketentuan yang berlaku pada
masyarakat. Jika teori ini dikaitkan dengan wawancara mengenai kehidupan sosial
di masyarakat dan kelompok yang memiliki norma-norma atau aturan yang berlaku
maka proses wawancara sangatlah mudah jika kita mengikuti atau mengetahui
aturan-aturan tersebut. Walaupun kita harus tetap berpegang pada etika yang ada
dalam dunia jurnalisme, sehingga jika proses ini kita gunakan dengan baik
ketika kita mewawancarai narasumber tentang masalah yang ada di tengah-tengah
lingkungannya khususnya dalam suatu kelompok yang memiliki aturan atau
norma-norma, maka narsumber dengan senang hati memberikan informasi tentang apa
yang terjadi di dalam masyarakat atau kelompok tersebut.
1.4 Teori Interprstasi
·
Teori yang
menjelsakan proses di mana pemahaman
(understanding)terjadi. Teori ini membuat perbedaan yang tajam antara
pemahaman dan penjelasan ilmiah. Teori ini cenderung menghindari penilian yang bersifat
menentukan terhadap gejala yang diamati.
·
Menurut Morissan
dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi teori ini memiliki
keunggulan dalam menjelaskan makna sesuatu atau peristiwa berdasarkan
pengalaman individu, termasuk juga dalam hal ini makna tulisan dan makna dari
struktur sosial tertentu. Ketika teori ini dipadukan dengan konteks wawancara
maka hasilnya akan lebih baik, karena dari hasil informasi yang didapat dalam
wawancara dengan narasumber, sangatlah baik (mendapat banyak informasi) karena,
dari awal berwawancara menggunakan teori ini. Narasumber juga banyak bercerita
tentang pengalamannya, sehingga informasi yang kita adpatkan sanagtlah banyak.
1.5 Teori Kritis
·
Teori kritis adalah
sebutan untuk orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi
oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan
dikembangkan oleh Habermas.merupakan
sekumpulan gagasan yang disatukan oleh kepentingan bersama untuk memajukan atau
meningkatkan kualitas komunikasi dan kehidupan manusia. Teori memfokuskan pada
isu-isu seputar ketidak adilan dan penindasan yang terjadi di masyarakat.
·
Menurut Morissan
dan Andy Corry Wardhani dalam buku Teori Komunikasi, teori ini memberikan
penekan pada nilai atau kepentingan yang
menjadi dasar untuk menilai suatu peristiwa, situasi dan institusi.
Dalam wawancara teori sangatlah tidak mendukung karena adanya penekanan yang
dilakukan oleh teori ini, jika teori ini dipakai dalam proses wawancara maka
informasi yang kita dapatkan sangat sedikit, sekalipun banyak namun, hasil
tulisan yang kita tulis tidak akan seluas dan sebebas yang kita inginkan (masih
ada batasannya).
II.
Teori-teori Komunikasi
Massa
Sumber : Komunikasi
Massa karya Drs. Elvinari Ardianto, M.Si, Dra. Lukiati Komala, M.Si, Dra. Siti
Karlinah, M.Si, Hal. 63
2.1
Teori Peluru atau Jarum
Hipodermik
·
Teori peluru ini merupakan konsep awal efek
komunikasi massa yang oleh pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory (teori jarum hipodermik).
Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan
komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa.
·
Menurut saya jika teori
diaplikasikan dalam wawancara, maka hasil dari wawancara akan sangat
berkembang, karena adanya media yang melatar belakangi kegiatan yang akan kirta
lakukan, dan jika hasil dari wawancara kita sangat baik, maka ada baiknya kita
mempublikasikannya lewat media, karena media sangat berperan penting dalam
proses penyampaian informasi, dan juga dari komunikan yang belum tahu tentang
informasi yang kita dapatkan, membuat media sangat berpengaruh.
2.2
Teori Komunikasi Banyak
Tahap
·
Teori efek media
lainnya adalah the multi step flow (banyak
tahap). survei dalam teori ini dilakukan tahun 1940-an berkenaan dengan proses
pengaruh sosial, yang menunjukan model yang sangat berbeda dari model jarum
hipodermik.Teori
ini dinyatakan hasil komunikasi antarpersona lebih menonjol dibandingkan dengan
terpaan media massa.
·
Dalam teori ini
menunjukan bahwa pengaruh sosial sangat berpengaruh terhadap apa yang akan kita
lakukan, apabila teori ini diterapkan dalam wawancara maka harus melihat
disekelilingnya, mengingat teori ini mempunyai pengaruh yang besar sehingga
menepatkan waktu dan tempat juga harus selalu diperhatikan. Menurut Atmakusumah
dalam buku Sepuluh Pelajaran untuk Wartawan ada beberapa tempat yang baik sebagai
lokasi wawancara, yaitu, wilayah Anda, wilayah mereka, dan wilayah netral,
dengan adanya hal ini maka kita tidak akan lagi merasa bingung dengan lokasi
yang akan kita gunakan sebagai tempat wawancara.
2.3
Teori Proses Selektif
·
Teori proses selektif (selective processes theory) ini
merupakan hasil penelitian lanjutan tentang efek media massa pada Perang Dunia
II yang mengatakan bahwa penerimaan selektif media massa mengurangi sejumlah
dampak media. Teori ini menilai orang-orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif).
Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka.
·
Teori ini
termasuk kedalam wilayah mereka karena, dilihat dari penjelasan dari teori ini
yang menyatakan bahwa mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan
mereka, sehingga jika kita mewawancarai yang termasuk kedalam penganut teori
ini maka ada baiknya kita harus mempeerhatikan pertanyaan dan ucapan karena
jika kita tidak sependapat dengan mereka maka mereka akan menolak dan proses
wawancara akan terhenti karena perebedaan pendapat. Dalam menyiapkan pertanyaan
susah-susah gampang, menurut Atmakusumah dalam buku Sepuluh Pelajaran untuk
Wartawan bahwa meyiapkan suatu pertanyaan susah-susah gampang, cukup banyak
wartawan yang kebingungan saat menyiapkan pertanyaan apalagi dengan adanya
latar belakang yang menyebutkan bahwa mereka (narasumber) menolak pesan yang
berbeda dengan kepercayaan mereka, sehingga kita selaku pewawancara harus
memperhatikan hal ini. Dalam hal ini kita juga tidak boleh panik, seorang
wartawan kawakan Lynn Barker, yang bekerja untuk Sunday Times di London dan pernah bekerja untuk Independent on Sunday mengatakan: “Saya
sudah mencoba berbagai cara melembagakan sistem wawancara. Namun, pada akhirnya
saya sampai pada kesimpulan bahwa dalam jurnalisme, kepanikan adalah bagian
dari sistem.”
2.4
Teori Pembelajaran
Sosial
·
Teori ini
ditemukan oleh Klapper Teori ini kini diaplikasikan pada
perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi
massa yang bertujuan untuk memahami efek terpaan media massa. Berdasarkan hasil
penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang
mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational lerning (pembelajaran hasil pengamatan).
·
Teori ini
memiliki peranan penting untuk pewawancara, karena jika wawancara dilakukan
secara live di media massa (televisi) maka apa pun yang dilakkukan baik oleh
pewawancara maupun oleh narasumber secara tidak langsung akan mempengaruhi
penonton, karena yang mereka lakukan dilihat oleh penonton, sehingga wajar jika
penonton meniru apa yang dilakukan oleh keduanya (pewawancara dan narasumber).
2.5
Teori Difusi Inovasi
·
Teori ini
ditemukan oleh Everret M. Rogers model teori difusi akhir-akhir
ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama
di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia atau dunia ketiga.
Tokohnya Everret M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu
inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu
diantara para anggota suatu sistem sosial.
·
Teori difusi inovasi
adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori berjakauan menengah.
Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris. Rogers menelaah
ribuan studi. Teori difusi inovasi ini memandu penelitian dan memfasilitasi
penafsirannya. Jika teori ini kita
gabungkan dengan proses wawancara maka teori ini sangat berpengaruh karena,
teori ini memandu inovasi dan memfasilitasi penafsiran, sehingga hasil dari wawancara
yang sudah kita lakukan dengan narasumber akan menjadi lebih baik, apalagi jika
hasil yang kita dapat ada yang kita tidak menegerti, seperti istilah, atau
membutuhkan penafsiran, maka teori inilah yang baik, untuk kita terapkan.
2.6
Teori Kultivasi
·
Menurut teori
kultivasi, media, khususnya televisi, merupakan sarana utama kita untuk belajar
tentang masyarakat dan kultur kita.Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu
berattelevisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan
kenyataan
·
Ketika kita
melakukan wawancara dengan narsumber dan wawancara yang kita lakukan
dipubliksikan melalui media massa (televisi) maka sebisa mungkin kita harus
melakukan yang terbaik karena, wawancara yang kita lakukan dilihat oleh
penonton. Untuk seseorang yang pecandu terhadap media massa (televisi) maka
seseorang itu akan mengetahui mana yang layak untuk dijadikan tontonannya,
karena mengingat jam tonton mereka melebihi batas, untuk itu, jika kita ingin
terlihat baik dihadapan penonton terutama dihadapan pecandu televisi, kita
harus selalu berhati-hati dalam melakukan kegiatan.
III.
Teori-teori Jurnalisme
Sumber : Pemahaman Teori dan Praktik jurnalistik,
karya Mondry, M.Sos, hal.59-78
Ø Teori Pers
3.1 Teori Pers Otoritarian
·
Teori ini
menjelaskan bahwa teori ini adalah teori pers yang dianggap paling tua dan
secara geografis juga dipakai hampir semua Negara dimasanya, ketika masyarakat
dan teknologi sudah menghasilkan sarana komunikasi yang disebut “media massa.”
·
Menurut Mondry
dalam buku Pemahaman Teori dan Praktik jurnalistik, menjelaskan bahwa teori ini
berasal dari filsafat kekuasaan monarkhiabsolut, kekuasaan pemerintah absolut
atau keduanya yang dianut Negara (kerajaan) masa lalu. Tujuan utama teori ini
mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi kebada
Negara yang merupakan ekspresif tertinggi dari organisasi kelompok manusia, mengungguli orang per orang dalam
skala nilai, sehingga jika seorang peawawncara memakai teori ini maka ia akan
berpikir tentang pengabdiannya kepada Negara, sehingga topik atau permasalahan
tidak akan jauh dari permasalahan kepemerintahan, karena si pewawancara sangat
menjungjung tinggi terhadap kepeduliannya kepada Negara yang ia tempati.
3.2 Teori Pers Libertarian
·
Menurut Siebert,
Peterson, dan Scrhamm, 1986, selaku penemu teori ini, mereka menjelaskan bahwa
teori ini memutar balikan posisi manusia dan Negara seperti yang dipandang
teori otoritarian.
·
Sehingga jika
teori ini diaplikasikan dalam wawancara maka proses wawancara akan menjadi
lebih baik mengingat manusia mempunyai akal yang mampu membedakan benar dan
salah, bisa memilih alternatif baik dan buruk, jika hasil wawancara kita muncul
dimedia massa maka informasi kita akan diketahui oleh semua orang, mengingat
dengan adanya teori ini yang menjelaskan bahwa semua orang berhak memiliki
media, asalkan memiliki kemampuan.
3.3 Teori Pers Tanggung Jawab Sosial
·
Teori ini
memiliki asumsi utama, dalam kebebasan pers terkadang tanggung jawab yang
seimbang ehingga pers yang liberal seharusnya juga bertanggung jawab terhadap
masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang dimiliki. Teori ini juga
menerima peran pers dan melayani sistem ekonomi, tetapi tidak ingin peran ini
diprioritaskan melebihi peran mendukung proses demokrasi atau memberikan
penerangan kepada masyarakat.
·
Dalam teori ini
menyetujui keharusan pers sebagai lembaga yang bebas secara finansial, tetapi
bila perlu, teori ini akan melarang beberapa media tertentu memasuki pasaran
dan jika kita aplikasikan dalam wawancara maka hasil dari wawancara yang kita
dapat (informasi) akan aman, karena peranan dari teori ini yang tidak memihak
kepada siapapun, sehingga informasi yang kita publikasikan dari hasil wawancara
akan menjadi lebih berguna untuk masyarakat mengingat teori ini juga mempunyai
tanggung jawab sosial, menurut Mondry dalam buku Pemahaman teori dan Praktek
Jurnalistik dengan teori ini orang ingin mengatakan sesuatu dapat saja
menggunakan media massa, tidak harus mereka yang memiliki izin seperti teori
otoritarian. Jadi orang yang ingin mengemukakan pendapatnya tidak terbatas lagi
(bisa menggunakan media massa).
3.4 Teori Pers Soviet Komunis
·
Teori yang
menyatakan bahwa media Soviet telah tumbuh untuk mencermikan ideology resmi
Soviet, Negara Soviet dan “kepribadian ideal” Soviet. Isi surat kabar Soviet
juga berbeda dengan negara lain, tidak ada iklannya.
·
Teori ini
menegaskan, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di
lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan masyarakat, jika kita
gabungkan dengan wawancara menurut saya akan lebih baik, tetapi jika wawancara
yang bersifat sosial, karena dijelaskan dalam teori ini tidak memiliki iklan,
sehingga teori ini tidak akan memihak kepada siapa pun, apalagi memihak kepada
iklan, dalam proses wawancaranya, maka akan sangat mudah, karena keterbukaan
dari narasumber yang tidak khawatir dalam mengungkapkan pendapatnya, karena
narasumber tahu kalau media itu bersifat netral, namun, untuk pihak media
sendiri sebelum wawancara harus ada keterbukaan, bahwa media ini bersifat
netral (tidak memihak siapa pun)
3.5 Teori Media Demokratik-Partisipan
·
Teori ini
merupakan reaksi dan hendak menutupikelemahan berbagai teori yang muncl
sebelumnya dan dipraktekkan di masyarakat. Teori ini hendak menjawab dampak
negatif komersialisasi dan pemonopolian pers serta
sentralisasi dan birokrasi lembaga siaran publik dengan mengacu pada prinsip
dan norma ‘tanggung jawab sosial’.
·
Teori ini tidak
begitu baik diterima karena adanya kecenderungan organisasi pers yang bersifat
paternalistik, elitis, monolitik, terlalu diprofesionalkan dan kemampuan kelas
sosial tertentu, sehingga jika kita gabungkan denga proses wawancara maka
wawancara yang dihasilkan tidak akan baik,
karena jika kita terpacu dengan teori ini, maka kirta akan merasa selalu
professional, mengingat pengalaman dan pengetahuan kita yang sangat minim,
membuat proses wawancara ini kurang baik, untuk itu ada baiknya kita tidak
menggunakan teori ini ketika kita melakukan wawancara dengan narasumber.
IV.
Simpulan
·
Dengan memperhatikan
teori-teori maka proses wawancara akan lebih terarah
·
Wawancara tidak
selalu harus terpaku dengan keadaan yang ada
·
Teori ini memang
penting dalam wawancara
·
Fakta dalam
wawancara memang harus selalu ada
·
Landasan untuk
wawancara harus ada, misalnya dengan teori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar